Kasih Paling Tulus Seorang Ibu di Zaman Rasulullah
Sampai
akhir masa, kasih seorang ibu kepada anaknya adalah gambaran kasih
paling tulus yang pernah ada. Demi kebahagiaan anak, apa pun dilakukan
seorang ibu.
Ummu Hani atau Fakhitah binti Abi Thalib
bercerai dari Hubairah bin Wahab. Suaminya berkeras tetap dalam
kekafiran, sementara Ummu Hani telah memilih masuk Islam. Ummu Hani
membawa keempat anaknya yang masih kecil dalam pengasuhannya.
Rasulullah saw berniat melamar sepupunya itu. Ummu Hani bimbang. Di
satu sisi, adalah kebahagiaan besar bisa mendampingi Rasulullah saw. Di
sisi lain, ia ingin mencurahkan seluruh perhatian kepada buah hatinya.
Maka, Ummu Hani berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, engkau
lebih kucintai daripada pendengaran dan penglihatanku sendiri. Akan
tetapi, bukankah hak suami itu sangat besar? Aku takut bila aku
menerimamu sebagai suami, perhatianku kepada anak-anakku terabaikan.
Sementara, bila aku mementingkan anak-anak, hakmu sebagai suami akan
terabaikan.”
Begitu besar rasa keibuan Ummu Hani hingga ia lebih mementingkan
anak-anaknya dibanding kebahagiaannya sendiri. Rasulullah sangat
memaklumi keputusan Ummu Hani.
Sebelum menikah dengan Rasulullah, Ummul Mukminin Ummu Salamah
pun merasakan ujian berat sebagai seorang ibu. Kala itu keluarganya dan
keluarga suaminya menentang keras keputusan Ummu Salamah dan Abu
Salamah memeluk Islam. Apalagi, saat mengetahui keduanya beserta
Salamah, bayi mereka, berniat hijrah ke Madinah.
Menjelang keberangkatan, terjadi keributan dan perebutan. Ummu
Salamah ditarik pulang keluarganya, anaknya dibawa keluarga suaminya.
Sementara suaminya berhasil lolos ke Madinah.
Hati ibu mana yang tak hancur dipisahkan paksa dengan buah hatinya.
Begitu pun Ummu Salamah. Selama hampir setahun, setiap pagi ia menangis,
merindukan anak dan suaminya. Akhirnya kedua keluarga tak tega.
Ummu
Salamah mendapatkan kembali anaknya dan dia diperkenankan menyusul sang
suami.
Pada masa tabi’in, cinta ibu kembali teruji. Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib
telah mengalami peristiwa yang menimpa ayahnya dan suaminya, Umar bin
Khattab ra, yang dibunuh orang di waktu subuh. Sungguh ia tak menduga,
Zaid bin Umar, anaknya yang masih muda, meninggal pula karena dibunuh
saat subuh.
Ummu Kultsum berusaha tegar. Namun, kesedihan begitu menguasai
dirinya saat putra kesayangannya bersimbah darah. Seketika ia pun
terjatuh di atas tubuh anaknya dan meninggal sekejap setelah anaknya
meninggal. Begitulah, karena jiwa ibu dan anak tak terpisahkan.
Sungguh, hanya ibu dan anak yang bisa merasakan pertalian kasih ini.
Allah Ar Rahim-lah yang menanamkannya pada makhluk yang Dia kasihi.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.